Minggu, 13 Februari 2011

My Cerpen

PENGERAS SUARA BUAYA PUTIH

Aku si pengeras suara. Kerjaanku mengeraskan suara orang yang awalnya lembut menjadi menggelegar. Menggelarkan suasana. Menggelegarkan ruang. Ruang yang awalnya ramai menjadi diam. Yanga awalnya bising menjadi tenang. Ya begitu! Karena mereka mendengarku dengan tiba-tiba. Tiba-tiba saja aku mengagetkan mereka yang asik bersendau gurau, bercerita panjang lebar dengan teman dekatnya, tidur-tiduran di ruang tamu, ataupun yang sedang asik menyanyi di kamar mandi. Ya memang begitu! Karena tiba-tiba pula aku disentuh oleh pria hitam berwajah keras. Keras seperti batu? Ya mungkin! Keras seperti dinding? Ya bisa juga! Atau jangan-jangan keras seperti piring? Nah, kalau ini benar! Wajah pria ini benar-benar keras seperti piring. Seperti benda pecah belah. Karena ketika aku dipegangnya, lalu di dekatkan mulutnya, ia pun bercuap-cuap dengan nada tinggi. Menyanyi seperti ini
"Akulah arjuna...........ha.......
yang mencari cinta.......
Wahai wanita.............ha.......
cintailah aku"

Tanpa musik. Tanpa alunan nada. Ia langsung mengeluarkan suaranya yang aslinya sudah lantang menjadi semakin menggelegar. Karena tingkahnya seperti itu, suasana yang awalnya ramai seperti pasar, tiba-tiba terhenti bak pablo dalam drama. Hening sesaat.
"Ah, anak ini kurang ajar. Sakit telingaku tahu. Suara ga enak, kayak rombengan, berni-beraninya mendekatkan moncongnya ke telingaku, dan membentak telingaku dengan suaranya yang tak enak itu".

Nah, ngomong enak tak enak. Sebenarnya itu selera. Selera tiap makhluk menyukai atau tidak. Mencintai atau tidak. Seperti aku yang mencintai kekasihku. Meskipun ia tak tampan. Meskipun ia hitam. Meskipun ia tak banyak uang. Namun ia menggemaskan, dengan tingkah lakunya yang lucu. Menggemaskan cara bercandanya. Cara menggodaku. Menempelkan telinganya ke telingaku. Sangat mesra. Jadi semakin tambah ngangenin jika tak berjumpa dan bersua denganya hanya satu detik saja. Itu semua sangat memberatkan bagiku, jika tak tatap muka dengannya. Sekali.... saja.
Dan ngomong-ngomong lagi.Aku memang tak suka dengan suara yang aslinya tak enak didengar. Suara yang memaksa menyanyi dengan nada-nada tinggi. Yang tak dimiliki sebelumnya. Bukan bakat. Suara yang tak jauh beda dengan suara rombengan. Ha-ha-ha. Geli dengarnya. Lebih baik diamlah daripada merusak telinga orang lain.
Tapi semua itu memang hak asasi sih. Hak asasi manusia untuk menggunakan segala barang yang ada di dekatnya. Hak asasi manusia mengeluarkan suara. Hak asasi manusia menyanyi sekeras-kerasnya untuk mengurangi rasa jenuhnya.
Namun di samping hak asasi, juga harus ada pengertian antar sesama. Peduli kondisi. Peka situasi. Jangan cuek selalu. Asal menyenangkan diri pribadinya, sudah cukup. Tak memedulikan yang lain.
Nah, kalau ini pekerjaan pejabat-pejabat noh di DPR. Yang tugasnya menyenangkan diri. Berencana belajar etika ke Yunanilah. Ngapain jauh-jauh. Toh etika sudah ada sejak lama. Apa mentang-mentang etika berasal dari bahasa Yunani "etos" sehingga mereka ingin mendalami etika ke luar negeri. Benarkah begitu? Ah, aku tidak tahu. Tidak penting. Kurang kerjaan ikut campur urusan pejabat tinggi negeri. Benar-benar mementingkan hak asasi. Tak peduli. Tak peduli anak jalanan tidur di mana-mana. Tak peduli mereka makan apa. Yang penting dirinya jaya.
Kembali ke menu utama. Akulah si pengeras suara yang kini punya selera. Selera yang beda dengan penguasa. Selera yang memunyai pengertian dan kepedulian terhadap lingkungan. Karena aku hanya suka pada suara yang indah, yang tak memaksa. Yang asli dari sononya mengagumkan. Menggairahkan pendengar. Jadi semakin betah dipegang. Apalagi jika yang megang mbak cantik, atau mas cakep. Rasanya tak mau dilepaskan. Ingin terus diremas-remas. Dibelai-belai. Dielus-elus. Ha-ha-ha.
Waktu masih berlalu. Si pria hitam berwajah keras masih bernyanyi asik sendiri di ruang tengah. Ruang untuk nonton televisi. Ruang yang juga bisa digunakan untuk ngumpul. Untuk makan bareng. Ruang itu serbaguna. Kadang digunakan untuk tidur bersama oleh para pria.
O..iya aku belum cerita. Kalau mereka - para pria dan para wanita yang berjumlah kurang lebih 36 orang menginap di villaku selama 3 hari 2 malam. Villa yang selama ini kutempati berhari-hari. Ya berhari-hari aku mengendap di sini. Kesepian tanpa orang. Tanpa orang yang menjamahku kurang lebih 3 minggu. Hampir sebulan. Tak ada yang membelaiku. Tak ada yang mengelusku.
Mereka di sini bukan senang-senang, ,melainkan melaksanakan ujian. Ya ujian semesteran. Ujian mengarang. Mengarang cerpen. Karena memang ini merupakan mata kuliah. Mata kuliah wajib yang harus diambil. Dan berjumlah 4 SKS. Bayangkan, tiap dua hari dalam seminggu, selalu bertemu mata kuliah ini. Dan tugas mereka adalah membaca dan menulis. Wow keren! Beda lagi dengan tugasku. Sebagai pengeras suara. Yang setiap hari dipaksa mengeraskan suara yang jelas-jelas tak enak suaranya. Ugh, menyebalkan!.
Namun, di sela-sela tugas mereka itu. Mereka meluangkan waktu senang-senang. Mengendorkan urat pikirnya. Bernyanyi bersama. Ya seperti pria hitam berwajah keras itulah. Menyanyi sendiri menikmati suasana tanpa henti.
"Rocker juga manusia
punya rasa punya hati
Jangan samakan dengan
pisau belati"

Suaranya terdengar amat keras. Dan lagi-lagi lagu rock. Rasanya ia sangat menggemari musik rock. Tapi ya gitu! Nadanya acak-acakan. Loncat sana. Loncat sini. Tak temu nada yang pas. Falseto~
Tapi kelihatannya dia sangat nyaman dengan hidupnya.Tanpa memedulikan sekitar. Yang penting bagi dirinya, ia bisa plong. Biarlah orang berkata apa, yang penting ia hepi.
***
Si pria hitam keras masih memegangku. Kurang lebih selama 1,5 jam berlalu. Menenteng-nentengku. Memindah-mindahkanku dari tangan kanannya ke tangan kirinya, dengan gaya rocker dengan cara melempar-lemparku. Dan.........pyar.......
Tiba-tiba perempuan berbody balon lewat di hadapnya. Dan tak sengaja telah menyenggolnya dengan pantat segede balon. Lalu wajah pria itu pecah berkeping-keping di lantai. Lantai merah muda ternoda. Bercak merah, terkena darahnya. Wuih...mengerikan! Kemudian perempuan berbody balon membantu memunguti wajah pria itu denan rasa geli. Rasa jijik. Sebab kepingan wajah pria itu menjijikkan. Bagaimana tidak! Sudah keras, hitam pula! Tak sedap dipandang pokoknya. Amburadul! Mata tak seperti mata. Juling penglihatannya. Mulut tak seperti mulut. Moncong bentuknya. Gigi tak seperti gigi. Morat-marit ke sana ke mari. Apalagi berserakan di lantai. Membuat yang memegang merasa tambah jijik saja. Tidak di lantai saja, rasanya ogah memandang, apalagi memegang. Wuih..harus benar-benar dengan keterpaksaan.
Aku si pengeras suara tergeletak di lantai merah muda. Untung tubuhku berbalut buaya putih, sehingga tak terkena percikan darah pria itu sedikitpun. Untung......masih beruntung. Memang buaya putih ini, menjadi pakaianku sehari-hari. Ia sangat menguntungkan bagiku. Bayangkan, bagaimana jika tak ada dia. Pasti tubuhku yang hitam ini, akan menjadi merah kehitam-hitaman. Karena terkena darah si pria. Tapi dengan adanya buaya putih, tubuhku terlihat semakin bersih. Semakin kinclong. Ha-ha-ha.

Jumat, 04 Februari 2011

Sajak dariku untukmu dahulu (sms cintaku untuknya)

1. Ada hati yang masih terjaga di saat malam tiba
Dan hati ingin menjaga di saat purnama sempurna
Kini hati ingin mengucap selamat malam pemuda cinta
yang menerangi jiwa seorang rembulan penikmat malam.

2. Penikmat malam telah datang membawa pencerahan
Mencerahkan mata batin yang dulu suram
dan kini mendamaikan hati.
Ada kalanya kita lelah membaur dengan cinta
Namun sekarang tak lagi,
karena kau ada dalam malam sepi dan selalu menemani.

3. Namun bulan tak akan lama benderang,
jika matahari tak memantulkan sinar
Dan bintang hanya menemani bulan di tiap kesendirian.
Dan aku menginginkan hal itu
akan dirimu yang selalu memantulkan cahyamu,
ketika aku tak lagi berpendar.

4. Mata ini sudah letih di ujung malam.
Namun hatiku masih ingin bersandar
di tengah penjaga malam.
Dan akhirnya aku melelapkan diri
di puncak malam bersama kenangan yang kau tebar.
Sampai jumpa malam
Aku ingin membawa kenyataan ke alam rian,
agar kau selalu lekat dalam kehidupan.
Semoga kita bertemu
esok tanpa melupakan malam
yang telah memancarkan percintaan.

5. Adalah bulan yang ingin mengantarkan cahaya pada dinding kamar.
Dan bulan ingin meminang sejuta tawa,
kemudian ia kirimkan ke alam bawah sadarnya.
Adalah saya yang ingin mengucapkan selamat malam cinta.
Dan saya ingin memeluk cinta seutuhnya.

6. Kini ku percaya
adanya waktu karenamu.
Bergulir tanpa henti
tuk memusatkan hatiku pada hatimu.
Tuk menyelami alam pikirku ke alam pikirmu
Menggoda tiap detik
Menjamah tiap menit
Karena memang segala berkaitan dengan waktu adalah dirimu.

7. Ada rintik membasahi muka
Saat itu kau memboncengku dengan mesra
Ada dingin yang membalut tubuh
Saat itu kau mulai memeluk dan menyentuh
Ada hati yang masih tersimpan berhari-hari
Saat ku jarang mengabari
(Maafkanku cinta karena tak sempat mengirim berita. Semoga cintamu masih tersimpan)

16 November - 25 Desember 2010
A LETTER TO HIM

Sang Penyejuk Raga

Dear Mas Ustadku
Engkaulah sang penyejuk ragaku
Engkaulah sang penenang hatiku
Engkaulah penyegar dahaku
Engkau sang ilusiku yang jauh dari keberadaanku
Engkau pengharum mimpi-mimpiku,
karena ku ingin bersamamu.
Engkau telah mengubah tingkahku,
dengan kata-kata halusmu yang berbalut Islam
Dan aku hanya bisa menunggu
Kapan kau meminangku,
dengan kecintaanmu terhadap Tuhanku.
Dengan begitu kau akan mencintaiku atas cintamu kepada sang Penciptamu.
Dan itu adalah harapanku mas ustadku.